Perjalanan udara telah membuka banyak jalan untuk pengalaman perjalanan. Akhir-akhir ini, ruang transisi ini telah menjadi destinasi tersendiri, dengan bandara seperti Bandara Internasional Hong Kong dan Bandara Internasional Incheon dikunjungi lebih dari 60 juta pengunjung per tahun. Bandara sering kali menjadi kesan pertama dan terakhir dari sebuah kota, dan para desainer serta perencana kota menyadari peran mereka dalam menceritakan kisah merek suatu tempat. Sebagai pusat perjalanan dan pariwisata, bandara-bandara ini bertujuan untuk memadukan fungsionalitas dengan keterlibatan budaya, menawarkan penumpang cita rasa lokal bahkan sebelum mereka meninggalkan terminal.
Dilengkapi dengan lapangan golf, arena seluncur es, dan bahkan Museum Kebudayaan Korea, Bandara Internasional Incheon di Seoul menawarkan fasilitas yang menyediakan hiburan untuk singgah lama dan bahkan menarik pengunjung biasa. Bandara Hong Kong adalah salah satu bandara yang jumlahnya terus bertambah yang memikat penumpang dengan bentuk hiburan menarik. Bandara ini menjadi tuan rumah festival budaya musik dan seni selama empat bulan dan juga menawarkan lokakarya di mana penumpang dapat memberikan hadiah yang dipersonalisasi dan menikmati pengalaman VR.
Mega-hub ini memberikan visi baru tentang bandara, mendobrak perbedaan antara infrastruktur transportasi dan daya tarik perkotaan. Dengan mengintegrasikan seni, budaya, dan rekreasi ke dalam desainnya, bandara-bandara ini melampaui pengalaman penumpang pada umumnya, mengubah apa yang tadinya hanya sekedar ruang tunggu menjadi ruang komunitas dan daya tarik wisata tersendiri.
Bandara sebagai Mega-Hubs
Bandara-bandara di kota-kota metropolitan sedang merevisi dirinya sebagai atraksi yang bersaing dengan landmark kota untuk menarik perhatian para pelancong. Fasilitas dan pengalaman baru telah mengubah makna perjalanan udara. Bandara Changi di Singapura adalah contoh terbaik dari tren ini. Penambahan terbarunya, Bandara Jewel Changi yang dirancang oleh Safdie Architects, menampilkan air terjun dalam ruangan tertinggi di dunia, taman kanopi, dan taman dalam ruangan bertingkat. Atraksi ini melayani penumpang transit sekaligus menarik penduduk lokal dan wisatawan, sehingga secara efektif mengubah bandara menjadi destinasi tersendiri. “Jewel menyatukan pengalaman alam dan pasar, secara dramatis menegaskan gagasan bandara sebagai pusat kota yang penuh semangat dan dinamis”, kata Moshe Safdie yang perusahaannya merancang bandara tersebut.
Desain bandara memfasilitasi persepsi kota Singapura, meniru suasana “seperti taman”. Di tingkat 5, Canopy Park mencakup atraksi seluas 14.000 meter persegi yang terintegrasi di dalam ruang taman. Ini termasuk struktur jaring yang digantung di dalam pepohonan, jembatan gantung berlantai kaca, labirin pagar tanaman dan labirin cermin, dan instalasi fitur yang diselesaikan bekerja sama dengan seniman terkenal internasional. (tulis tentang bagaimana bandara membantu branding kota – membangun persepsi yang jelas tentang apa yang ingin diketahui dari kota tersebut).
Ketika bandara mengambil peran sebagai gerbang tujuan, mereka mulai menjadi representasi identitas kota mereka. Desain, fasilitas, dan pengalaman bandara secara keseluruhan menjadi alat untuk membentuk persepsi terhadap kota dan wilayah yang dilayaninya. Desain arsitektur sering digunakan untuk menciptakan kesan tempat yang kuat. Atap bergelombang Arsitek Zaha Hadid di Bandara Internasional Beijing Daxing, misalnya, mencerminkan arsitektur tradisional Tiongkok dan melambangkan modernisasi pesat di negara tersebut. Perpaduan warisan budaya dan desain kontemporer yang disengaja oleh para desainer menciptakan kesan pertama yang mengesankan; pernyataan nilai, aspirasi, dan posisi kota di panggung global.
Membayangkan Kembali Pengalaman Kedatangan
Area kedatangan sering kali menjadi interaksi pertama wisatawan dengan sebuah kota, sehingga menjadikannya titik kontak penting untuk membentuk persepsi dan pengalaman. Bandara-bandara progresif menata ulang ruang ini, beralih ke area kedatangan satu tingkat yang menampilkan budaya lokal dan berintegrasi secara lancar dengan angkutan umum. Salah satu pendekatannya adalah konsep desain “tepi jalan ke kota”, yang menciptakan transisi mulus dari bandara ke kota dengan memasukkan unsur arsitektur, seni, dan budaya lokal. Di Bandara Suvarnabhumi di Bangkok, Thailand, aula kedatangan menampilkan elemen desain dan pahatan yang terinspirasi dari Thailand, menawarkan pengunjung untuk merasakan langsung kekayaan warisan negara tersebut. Koneksi ke sistem Skytrain kota yang efisien semakin meningkatkan pengalaman kedatangan dan membantu memperkuat citra kota sebagai kota yang modern, efisien, dan ramah pengunjung.
Integrasi dengan angkutan umum adalah aspek penting lainnya dari pengalaman kedatangan yang ditata ulang ini. Bandara Internasional Hong Kong menawarkan layanan check-in dalam kota di stasiun metro, memungkinkan wisatawan untuk menurunkan bagasi mereka dan mendapatkan boarding pass bahkan sebelum mencapai bandara. Hal ini meningkatkan kenyamanan sekaligus mendorong penggunaan transportasi umum dan menunjukkan bagaimana branding kota dapat melampaui bandara itu sendiri. Area kedatangan yang didesain ulang ini mengubah kesan pertama wisatawan terhadap kota. Dengan menampilkan budaya lokal dan menyediakan koneksi lancar ke kota, bandara menjadi pintu gerbang yang menentukan suasana masa tinggal pengunjung.
Ekonomi Bandara Baru
Transformasi bandara menjadi destinasi memiliki dampak yang kuat terhadap model bisnis dan profitabilitas bandara. Sumber pendapatan penerbangan tradisional, seperti biaya pendaratan dan biaya penumpang, ditambah dan terkadang dibayangi oleh pendapatan tambahan. Ruang ritel dan ruang makan yang canggih kini menjadi hal yang biasa. Bandara Narita di Tokyo memiliki pusat perbelanjaan yang dinamis dengan toko-toko kelas atas seperti Bulgari dan Tiffany & Co., memberikan penumpang pengalaman ritel kelas atas yang memadukan kemewahan internasional dengan keahlian Jepang. Merek-merek mewah mulai membuka tokonya di bandara-bandara internasional, dan mengakui bandara-bandara tersebut sebagai lokasi utama yang memiliki banyak wisatawan internasional.
Bandara juga menjadi pusat pembangunan perkotaan, menjadikan bandara sebagai pusat komersial dan bukan sekedar gerbang transportasi. Konsep “aerotropolis” mendefinisikan kembali bagaimana kota-kota modern dapat dirancang di sekitar bandara sebagai titik fokusnya. Di Zhengzhou, Tiongkok, bandara ini telah memperluas perannya di luar penerbangan hingga mencakup kompleks komersial dengan ruang perkantoran, gerai ritel, dan hotel.
Zona Ekonomi Bandara Zhengzhou (ZAEZ), yang didirikan oleh Dewan Negara Tiongkok pada tahun 2013, menyoroti posisi bandara sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan mengintegrasikan transportasi, layanan bisnis, dan kawasan pemukiman, ZAEZ menawarkan konektivitas yang tak tertandingi, sehingga menarik industri seperti layanan teknologi tinggi, biomedis, dan canggih yang mengandalkan komunikasi global yang cepat. Kedekatannya dengan kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai menjadikannya lokasi ideal bagi bisnis yang mencari akses cepat ke pasar internasional. Strategi ini memperkuat infrastruktur perekonomian di kawasan ini dengan mengintegrasikan provinsi-provinsi lokal dan sekitarnya ke dalam rantai pasokan global.
Bandara merupakan perwujudan mikrokosmos dari kota yang mereka layani. Konsep “aerotropolis” menempatkan bandara sebagai pusat pembangunan perkotaan, sehingga menuntut pengaruh terhadap lanskap fisik dan ekonomi kota. Penekanan pada bandara sebagai fasilitator konektivitas global memperkuat identitas kota sebagai pusat bisnis internasional, menunjukkan kekuatan ekonomi, kekayaan budaya, dan potensi inovasi.
City Branding untuk Arsitek
“Dalam dekade berikutnya, bandara dan ruang tunggu maskapai penerbangan akan berkembang menjadi lanskap emosional, yang memadukan budaya lokal, keberlanjutan, dan teknologi. Di ruang ini, kita tidak hanya menjadi penumpang yang melintasi titik-titik di peta, namun juga terbuka terhadap ide dan budaya baru. ” prediksi Elias Andrews, pakar desain bandara. Ketika bandara semakin bertransformasi dari sekedar titik transit menjadi destinasi yang dinamis, arsitek dapat menciptakan ruang yang mencerminkan budaya lokal dan memberikan pengalaman menarik bagi wisatawan.
Arsitek dapat memperluas praktik mereka ke arah komunikasi esensi kota melalui desain bandara yang cermat. Dengan menggabungkan material lokal dan referensi budaya, desainer dapat menciptakan lingkungan yang sesuai dengan pengunjung sejak mereka tiba. Untuk memperkaya pengalaman penumpang, bandara juga menjadi alat pemasaran yang kuat bagi kota, membangun kesadaran yang kuat terhadap tempat yang meningkatkan citra globalnya. Pada akhirnya, bandara yang dirancang dengan baik dapat menjadi komponen integral dari identitas kota dan vitalitas perekonomian.